🌚 Film Minang Di Bioskop
Makajika tidak ada hambatan proses shooting dimulai Oktober. Targetnya November 2020 ini, film sudah bisa launching di seluruh bioskop di Indonesia," katanya. Mak Itam menceritakan bahwa film ini didasari kerisauan komedian Minang yang rindu sosok fenomenal Datuak Maringgih, Siti Nurbaya, Kacak, Midun dan beberapa tokoh film lainnya.
Film Ranah 3 Warna akan segera tayang di bioskop pada 30 Juni 2022. Film ini mengangkat kisah merantau seorang anak kampung dari Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. "Selain menampilkan keberagaman Indonesia dari background para pemainnya, film ini juga mengangkat isu penting yaitu quarter life crisis yang dialami para Gen Z saat ini.
Soloposcom, SOLO — Penyanyi asal Minang Arief Putra ikut menyanyikan lagu Tiara yang sebelumnya sudah dinyanyikan sejumlah penyanyi dalam berbagai versi musik. Lirik lagunya ada di bawah ini. Lagu Tiara ciptaan M Nasir yang dinyanyikan Arief Putra bergenre Pop Melayu yang dinyanyikan pertama kali oleg grup band rock asal Malaysia, Kris pada 1991.
Sebuah film musikal anak yang alurnya pertualangan dibintangngi oleh tiga anak asal Ranah Minang dengan judul Pangeran Reborn akan segera tayang di bioskop pada Agustus 2022 mendatang, Sabtu (23/7/2022).. Produser Pangeran Reborn dari Rien's Management, Ria Ariyani Arifin mengatakan, tujuan dari pembuatan film tersebut untuk edukasi dan memberikan pesan moral kepada orangtua
Kaliini akan kita ulas beberapa film yang diangkat dari cerita atau legenda Sumatera Barat. 1. Malin Kundang Malin Kundang dalam sinetron yang dibintangi Desy Ratnasari Film yang bercerita tentang anak durhaka ini pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1971.
FilmGadih Basanai bercerita tentang percintaan gadis Minang di Pesisir Selatan yang dibumbui keindahan alam dan musik tradisional Minang. Setelah film itu sukses tayang perdana di bioskop XXI
26tahun kemudian, jauh sebelum Indonesia merdeka, sebuah film bisu pertama diluncurkan pada tahun 1926, berjudul Loetoeng Kasaroeng. Film ini pertama dirilis oleh NV Java Company pada 31 Desember 1926, dan tayang di bioskop sampai dengan 6 Januari 1927. George Krugers yang merupakan Indo (Jawa-Belanda) menyutradai film ini, dibantu dengan
Filmyang diadaptasi dari novel laris karya Ahmad Fuadi itu terpilih menjadi pembuka dalam Jakarta Film Week 2021. Selain memiliki nilai edukasi, film tersebut juga berusaha mengangkat budaya minang. Baca juga: Arbani Yasiz sempat stres pelajari karakter di film "Ranah 3 Warna" Baca juga: "Ranah 3 Warna" selesai diproduksi, siap tayang di bioskop
Ranah 3 Warna merupakan film adaptasi dari novel
t9jG. Cuplikan Film Perjalanan Pertama yang salah satu lokasi syutingnya di Kota Bukittinggi. Dok Mahakarya PicturesFilm Perjalanan Pertama mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia hari ini, Kamis 14 Juli 2022. Film berlatar Minang ini disutradarai sineas asal Bukittinggi Arief Pertama film ketiga Arief bersama Mahakarya Pictures. Sebelumnya, Arief dan Mahakarya sudah merilis Film Surau Silek pada 2017 dan Liam Laila pada Perjalanan Pertama diproduksi rumah produksi dari dua negara, yaitu Mahakarya Pictures bekerja sama dengan D Ayu Pictures dari Malaysia.“Film ini menjadi sangat spesial bagi saya, dapat bekerja sama dengan aktor legendaris dari Malaysia, Ahmad Tamimi Siregar, dan yang satu laginya merupakan Rising star perfilman Indonesia, Muzzaki.” Ujar Arief Pertama dibintangi dua aktor utama dari dua negara dan dua generasi. Dari Indonesia ada aktor muda berbakat Muzakki Ramdhan. Dia beradu akting dengan aktor kawakan asal Malaysia Ahmad Tamimi dua aktor tersebut, juga ada sejumlah aktor pendukung lainnya, yaitu Andinda Thomas, Randy Pangalila, dan juga Gilang mengatakan, Film Perjalanan Pertama ini berlatar belakang cerita keluarga, hubungan cucu dan kakeknya. Hubungan mereka naik turun karena beberapa kejadian di masa lalu.“Harapannya film ini akan mengingatkan kita, kalau kita sebagai orang tua, kita tidak pernah bisa memilih bagian mana yang akan ditiru oleh anak cucu kita, dan kenangan dari cerita apa yang akan diingat oleh anak cucu kita nanti," Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy mengatakan, film karya Arief ini sangat edukatif. Banyak pesan yang disampaikan melalui film ini."Film keluarga ini juga banyak menonjolkan keindahan asal Sumbar," ujarnya usai mengikuti Gala Premier Film Perjalanan Pertama Selasa 12 Juli Pertama sudah melakukan World Premier di Moslem Film Festival Australis dan Asian Premier di JOGJA Netpac Asian Film Festival pada 2021.
KATASUMBAR – Hari Film Nasional diperingati setiap tanggal 30 Maret. Peringatan ini ditandai dengan dimulainya syuting film Darah dan Doa. Film ini diproduksi tahun 1950 oleh bapak perfilman Indonesia, Usmar Ismail. Darah dan Doa menjadi film cerita pertama yang dibuat oleh orang dan perusahaan Indonesia. Memiliki durasi 128 menit, film ini merupakan produksi pertama Pusat Film Nasional Indonesia Perfini. Perusahaan film tersebut didirikan Usmar Ismail dengan usaha patungan dengan bank nasional dua kali. Sehingga ini juga yang menjadi landasan ditetapkannya tanggal 30 Maret sebagai hari Film Nasional. Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Keppres RI tanggal 29 Maret 1999 Nomor 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional. Keppres ini ditandatangani oleh Presiden Habibie menetapkan tanggal 30 Maret sebagai hari Film Nasional. Sejak kemunculan film Darah dan Doa ini, kini telah banyak pula film yang tercipta di Indonesia. Beberapa di antaranya, ada pula film khusus yang dibuat dengan berlatarbelakangi Minangkabau. Berikut Daftarnya 1. Tenggelamnya Kapal van der Wijck Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah film drama romantis Indonesia tahun 2013. Film ini disutradarai oleh Sunil Soraya dan diproduseri oleh Ram Soraya. Film ini dialihwahanakan dari novel berjudul sama karangan Buya Hamka. Beberapa adegannya pun diambil langsung di sejumlah kawasan di Sumatera Barat. 2. Merantau Merantau merupakan film aksi laga Indonesia yang dirilis pada 6 Agustus 2009 yang disutradarai oleh Gareth Evans. Film ini dibintangi antara lain oleh Iko Uwais, Chika Jessica, Christine Hakim, Donny Alamsyah. Kemudian ada Yusuf Aulia, Laurent Buson, Alex Abbad, Mads Koudal, Ratna Galih, dan Yayan Ruhian. Film Merantau diangkat dari budaya Merantau orang Minang, dan mengangkat khusus tradisi Silat. 3. Di Bawah Lindungan Ka’bah Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah film drama remaja Indonesia yang dirilis pada tahun 2011. Film ini disutradarai oleh Hanny R. Saputra yang dibintangi oleh Herjunot Ali dan Laudya Cynthia Bella. Film ini merupakan adaptasi dari novel karya Buya Hamka yang berjudul sama pada tahun 1978. 4. Surau dan Silek Surau Dan Silek adalah film keluarga berlatarkan budaya masyarakat Minangkabau yang rilis pada tahun 2017. Film ini diproduksi oleh Mahakarya Pictures, dan diproduseri oleh Dendi Reynando dan Emil Bias. Khusus film ini, disutradarai langsung oleh sutradara Minang, Arief Malinmudo. 5. Negeri 5 Menara Negeri 5 Menara adalah sebuah film garapan Kompas Gramedia production bersama Million Pictures. Film ini merupakan adaptasi dari novel karya Ahmad Fuadi berjudul Negeri 5 Menara. Skenario ditulis oleh Salman Aristo yang juga penulis naskah film Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, Sang Penari. Disutradarai oleh Affandi Abdul Rachman film ini mengambil lokasi syuting di sejumlah pesantren. Adapun di antaranya adalah Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, Sumatrra Barat, Bandung, hingga London. Film ini dirilis pada 1 Maret 2012. 6. Me vs Mami Me vs Mami adalah sebuah film drama komedi keluarga Indonesia yang diadaptasi dari FTV berjudul sama. Film ini dirilis pada 20 Oktober 2016 dan diproduksi oleh MNC Pictures. Film ini menghadirkan Cut Mini Theo dan Irish Bella sebagai aktor utama memerankan Ibu dan anak. Beberapa scene di film ini mengangkat kebudayaan Minangkabau. 7. Begadang Rendang Begadang Rendang adalah film komedi romantis Indonesia. Film ini diproduseri oleh Agustinus Sitorus dan disutradarai oleh Jay Sukmo. Film Begadang Rendang akan menjadi debut Frislly Herlind sebagai pemeran utama. Ia dalam film ini juga beradu akting dengan Panji Zoni. Selain itu film ini juga film perdana Frislly dengan genre non-horor. Secara garis besar film ini mengangkat cerita tentang budaya Minang, Sumatera Barat. 8. Surga di Telapak Kaki Ibu Surga di Telapak Kaki Ibu merupakan sebuah film tahun 2016 bergenre drama. Film ini ditulis oleh Anggoro Saronto yang disutradarai oleh Sony Gaokasak. Film yang berdurasi 1 jam 33 menit ini berlokasi syuting di Tanah Datar, Sumatera Barat dan Jakarta. Film yang berdurasi 100 menit ini memasukan unsur adat Minang. 9. Salisiah Adaik Film Salisiah Adaik merupakan sebuah Film karya sutradara minang lulusan ISI Padangpanjang, Ferdinand Almi. Film ini begitu fenomenal dan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat minang dalam beberapa tahun terakhir. Film Salisiah Adaik diproduksi tahun 2013. Proses produksi mulai dari studi literatur. Pembuatan naskah hingga pengambilan gambar dilakukan tahun 2013 dan selesai pada tahun itu juga. Tahun 2014 film ini diputar dalam Premiere di Taman Budaya. Kemudian setelah itu tidak diputar lagi karena mengikuti beberapa iven perfilman. 10. Malin Kundang Film yang bercerita tentang anak durhaka ini pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1971. Film ini disutradarai oleh D. Djajkusuma dan skenarionya ditulis olah salah satu sastrawan minang, Asrul Sani. Rano Karno, Putu Wijaya, dan Fifi Young menjadi tokoh utama dalam film ini. 11. Buya Hamka Film ini biografi Buya Hamka ini bakal dirilis untuk mengisi libur Lebaran 2023 nanti. Film yang dibintangi oleh Vino G Bastian dan Laudya Chintya Bella itu disambut meriah. Sambutan publik terlihat kala peluncuran teaser dari film yang diproduksi oleh Falcon Pictures tersebut beberapa waktu lalu. Adanya film Buya Hamka menjadi pelengkap deretan film bertemakan Minangkabau di kancah nasional.
Sejak 1990 Sumatera Barat sudah dikenal publik melalui beberapa film yang ditayangkan secara nasional dengan mengambil latar cerita dan tempat produksi di Ranah 1991 TVRI memproduksi film berjudul Sengsara Membawa Nikmat diadopsi dari novel karya Sutan Sati berlatarkan Minangkabau menampilkan kebolehan Desy Ratnasari beradu akting dengan aktor Sandy tahun yang sama Gusti Randa, Novia Kolopaking dan Him Damsyik juga beradu akting dalam film Siti Nurbaya yang disutradarai oleh Dedi pada zaman Hindia Belanda tepatnya tahun 1942 roman karya sastrawan Marah Rusli ini juga pernah difilmkan dengan sutradara Lie Tek Swie dan dibintangi oleh Asmanah, Momo dan tahun belakangan Minangkabau kembali dilirik oleh para produser film nasional untuk kembali menjadi latar dalam film-film yang akan roman karya Buya Hamka sudah diangkat ke layar lebar, yang pertama ialah Di Bawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Kedua film ini berhasil menyihir para penonton untuk kembali ke zaman tradisional Minangkabau yang kental dengan adat dan di Sumatera Barat mulai hadir para sineas yang memproduksi film dengan mengangkat lokalitas sebagai tema dari film mulai dari film pendek hingga layar seorang sutradara muda asal Kota Bukittinggi, Arif Malinmudo mengatakan Minangkabau kaya dengan kebudayaan yang tidak akan pernah habis jika dikaji satu mengatakan film Surau dan "Silek" atau silat yang baru saja selesai ia produksi adalah satu dari sekian banyak kearifan lokal yang tersimpan di Minangkabau."Dari sekian banyak tema lokalitas yang ada di Sumbar, saya lebih tertarik pada hal ini karena surau merupakan pusat interaksi bagi anak-anak dan orang dewasa dalam berbagi ilmu," menjelaskan pada zaman dahulu surau merupakan lembaga pendidikan informal yang di dalamnya terdapat berbagai macam pelajaran, seperti pendidikan soal agama, adat dan juga bela anak-anak dahulunya akan menginap di surau. Di sana mereka akan berinteraksi dengan sesamanya di bawah bimbingan guru yang kemudian membentuk karakter dan watak mereka."Di surau akan terjadi interaksi dan ini semacam sebuah tradisi yang turun temurun, sebab guru-guru tersebut dahulunya juga melalui masa yang sama dengan anak-anak tersebut," kata menambahkan surau sebenarnya merupakan saksi dari perkembangan generasi muda Minang. Di sana mereka akan memperoleh bekal untuk kehidupan, apakah selanjutnya mereka akan pergi merantau atau tetap menetap di tersebut membuatnya lebih tertarik untuk menjadikan surau dan silek sebagai tema utama dalam film yang akan tayang secara nasional pada 27 April ringkas ia menjabarkan film tersebut bercerita tentang tiga orang anak kecil yang berambisi untuk memenangkan sebuah pertandingan hingga kemudian belajar silat pada seorang pemuda kampung yang bernama tetapi di tengah perjalanan Rustam harus pergi merantau sehingga ketiga anak ini jadi kehilangan arah dan terpaksa harus mencari guru silat pengganti dan di sini mereka mulai mengerti tentang filosofi silat."Sekalipun berjudul silat, akan tetapi sebenarnya film ini merupakan drama anak-anak, jadi nantinya tidak akan ditemukan adegan perkelahian," menambahkan penggunaan bahasa Minang dalam film ini cukup besar, yaitu sampai 80 persen serta aktor utamanya merupakan asli keturunan itu sutradara muda lainnya Ferdinand Almi mengatakan cukup banyak kekayaan budaya Sumbar yang bisa diangkat ke layar lebar, baik itu dari adat, tradisi serta menceritakan pada produksi sebelumnya ia mengangkat tema tentang adat pernikahan di daerah Pariaman dengan daerah Limapuluh Kota dalam film berjudul 'Salisiah Adaik'.Menurutnya film ini menceritakan tentang perbedaan adat antara dua daerah yang akhirnya berdampak pada sepasang kekasih yang akan melangsungkan pernikahan."Film ini cukup mendapatkan sambutan yang luar biasa dari penonton dan alhamdulillah tahun 2014 film ini mendapatkan penghargaan pada kategori film daerah terpilih 2014 dalam ajang Piala maya di Jakarta," ia menceritakan beberapa waktu yang lalu pihaknya baru saja menyelesaikan produksi film baru yang juga mengangkat unsur lokalitas sebagai tema dalam filmnya."Film terbaru yang saya sutradarai adalah film 'Minanga Kanwa' yang juga akan bercerita tentang keragaman budaya yang ada di Sumbar," menjelaskan Minanga Kanwa adalah film dengan genre Musikal Anak yang di dalamnya terdapat nyanyi-nyanyian dan dihadirkan untuk tontonan keluarga."Ini adalah film drama musikal anak-anak yang dalam produksinya melibatkan aktor-aktor lokal," mengangkat tema tentang budaya lokal, kedua film karya sutradara muda Sumatera Barat ini juga memperkenalkan keindahan alam yang Malinmudo mengatakan dalam film Surau dan Silek ia mengambil beberapa lokasi strategis di kawasan Bukittinggi, Agam dan juga Kabupaten Limapuluh Kota."Beberapa lokasi di Kota Bukittinggi yang dijadikan sebagai latar dalam film ini di antaranya adalah Ngarai Sianok dan Jam Gadang," itu Ferdinand Almi juga menjadikan keindahan alam Sumatera Barat dalam filmnya, pada film Minanga Kanwa sendiri ia melakukan pengembilan gambar di beberapa daerah, seperti Bukittinggi, Agam dan Padang Panjang."Untuk landscape kami mengambil beberapa scene di Lembah Harau serta kawasan Istana Pagaruyuang Batusangkar," para sutradara muda dari Ranah Minang dengan karya-karya lokal diharapkan menjadi sarana memperkenalkan Sumatera Barat di layar kaca. *
film minang di bioskop